Majas/ Gaya Bahasa
Majas artinya cara melukiskan sesuatu dengan jalan
menyamakannya dengan sesuatu yang lain; kiasan. Majas merupakan bahan yang
dipergunakan oleh penyair/pengarang berupa kata-kata kiasan untuk mengungkapkan
perasaan dan pikiran.
Dengan penggunaan kata kiasan, sindiran, perbandingan,
penegasan dan pertentangan itu akan menjadikan gaya berbahasa menjadi hidup.
Majas dapat dikelompokan atas :
1. Majas
/ gaya bahasa perbandingan 3. Majas / gaya bahasa penegasan
2. Majas
/ gaya bahasa sindiran 4. Majas / gaya bahasa prtentangan
1. Gaya Bahasa Perbandingan
a. Metafora adalah gaya
bahasa yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Kedua benda yang
diperbandingkan mempunyai sifat yang sama.
Contoh : -
matahari
dikatakan raja siang
- orang yang tidak berguna
dikatakan sampah masyarakat
b. Personifikasi
adalah membandingkan benda mati yang tidak bergerak diumpamakan dengan benda
bernyawa yang dapat bergerak.
Contoh : angin berbisik, laut mengamuk, bulan
tersenyum, peluit menjerit
c. Asosiasi
adalah perbandingan terhadap suatu benda yang sudah disebutkan.
Perbandingan itu menimbulkan asosiasi terhadap benda tadi sehingga gambaran
tentang benda atau hal yang disebutkan itu menjadi lebih jelas.
Contoh : - Mukanya
pucat bagai mayat - Semangatnya keras seperti baja
d. Eufemisme adalah gaya mempergunakan sepatah kata untuk menggantikan
kata lain dengan maksud supaya terdengar lebih sopan.
Contoh : - orang
yang bodoh dikatakan orang yang kurang pandai
e. Litotes adalah gaya mempergunakan kata berlawanan artinya dengan
yang dimaksud.
Contoh : - rumah gedongan dikatakan gubuk - pandai dikatakan tidak berilmu
f Alegori
Gaya bahasa ini memperlihatkan suatu perbandingan utuh. Beberapa
perbandingan yang bertaut satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan utuh.
Misalnya : Hidup kita diumpamakan dengan lautan
yang harus diarungi. Kesukaran yang mungkin kita temui dalam kehidupan
diumpamakan dengan topan dan badai. Suami istri yang harus menempuh
hidup itu diumpamakan dengan nakoda
dan jurumudi yang harus mengemudikan
bahtera hidup tadi.
g Parabel
Gaya bahasa parabel terkandung dalam seluruh karangan.
Dengan secara halus tersimpul dalam karangan itu pedoman hidup, falsafah hidup
yang harus ditimba dari dalamnya.
Yang seperti itu kita lihat dalam buku seperti : Bayan
Budiman. Hikayat Kalilah dan Dimnah.
h Simbolik
Gaya bahasa kiasan yang
melukiskan sesuatu dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau
perlambang dinamakan gaya bahasa simbolik.
Misalnya : - Bunglon, lambang orang yang tak berpendirian
tetap
- Melati,
lambang kesucian
i. Tropen
Gaya bahasa kiasan yang
mempergunakan kata-kata yang tepat dan sejajar artinya dengan pengertian yang
dimaksud dinamai gaya bahasa tropen.
Misalnya : - Dia duduk melamun, hanyut dibawa perasaannya.
- Sudah sebulan dia mengukur jalan saja di kota itu.
j. Metonimia
Apabila sepatah kata atau
sebuah nama yang berasosiasi dengan suatu benda dipakai untuk menggantikan
benda yang dimaksud tadi, maka gaya seperti itu disebut gaya bahasa metonimia.
Misalnya ; Ayah selalu mengisap commodore. Commodore adalah merk rokok. Mengisap commodore yang
dimaksud ialah mengisap rokok merk commodore.
k. Sinekdokhe
Gaya bahasa ini terbagi atas :
a. pars
pro poto (sebagian untuk seluruh)
b. totem
pro parte (seluruh untuk sebagian)
maksudnya
jika disebutkan sebagian dari suatu benda, maka yang dimaksudkan seluruhnya,
demikian juga sebaliknya. Pada a arti kata meluas, pada b arti kata
menyempit.
Misalnya :
a. Dia
membeli tiga ekor lembu. Jika
dikatakan tiga ekor, maka yang dimaksud tentulah bukan ekornya saja, melainkan
lembu yang utuh. (pars pro poto).
b. Pertandingan
itu berakhir dengan kemenangan Bandung. Yang dimaksud hanya beberapa orang yang
bertanding itu, bukan seluruh penduduk kota Bandung. (totem pro parte).
l. Hiperbolisme
Apabila sepatah kata diganti dengan kata lain yang
memberikan pengertian lebih hebat daripada kata tadi, maka gaya bahasa seperti
itu disebut gaya bahasa hiperbol atau hiperbolisme. Misalnya suara yang keras dikatakan menggledek atau membelah angkasa.
m. Alusio
Gaya bahasa mengias dengan mempergunakan peribahasa
atau ungkapan-ungkapan yang sudah lazim ataupun mempergunakan sampiran pantun
yang isinya sudah umum dimaklumi, disebut gaya bahasa alusio.
Misalnya :
-
Keadaanku seperti orang makan buah si malakama, dimakan ibu mati, tak dimakan
ayah mati.
- Jangan seperti kura-kura
dalam perahu. (maksudnya, pura-pura tidak tahu)
n. Antonomasia
Apabila seseorang kita namai atau kita panggil bukan
dengan nama aslinya, melainkan dengan nama panggilan yang disebabkan oleh sifat
yang dimilikinya atau ciri tubuhnya, misalnya orang yang gemuk dinamai Si
Gemuk, orang yang tinggi lampai dinamai Si Jangkung.
o. Perifrasis
Gaya bahasa perifrasis ialah gaya bahasa penguraian.
Sepatah kata diganti dengan serangkaian kata yang mengandung arti yang sama
dengan kata yang digantikan itu.
Misalnya :
Pagi-pagi berangkatlah kami.
menjadi : Ketika
Sang Surya keluar dari peraduannya, berangkatlah kami.
Kereta api itu berlari terus.
menjadi : Kuda besi
yang panjang itu berlari terus.
2. Gaya Bahasa Sindiran
a. Ironi adalah sesuatu yang dikatakan
sebaliknya dari yang sebenarnya dengan maksud menyindir.
Contoh : Kesiangan dikatakan terlalu pagi.
Sindiran yang ditujukan kepada orang
yang terlambat
b. Sinisme
adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata lebih kasar dari sinisme.
Contoh : - Aku muak
melihat batang hidung kamu.
-
Harum benar badan kamu, belum mandi ya !
c. Sarkasme
adalah sindiran yang paling kasar.
Contoh : - Mampus kau
ke liang lahat !
- Mukamu seperti orang utan !
3. Gaya Bahasa Penegasan
a. Pleonasme adalah gaya bahasa penggunaan
kata yang berlebih, yang seharusnya tidak perlu.
Contoh
: Naik ke atas, turun ke
bawah, adalah merupakan.
b. Repetisi adalah gaya pengulangan
kata-kata untuk menegaskan, digunakan dalam bahasa tutur atau prosa.
Contoh : tadi
pagi kita bergurau
tadi pagi kita tertawa
tadi pagi kita
berbagi cerita
kenapa sekarang jadi bertengkar
c.Paralelisme adalah gaya pengulangan kata-kata untuk menegaskan, digunakan dalam
puisi.
Pengulangan yang terdapat dalam awal kalimat disebut
anafora, sedangkan pengulangan yang terdapat pada akhir kalimat disebut
epifora.
Contoh anafora :
Di sebuah kerajaan
dilangsungkan pemilihan
Di sebuah pemilihan
dilakukan penghitungan
Di sebuah penghitungan
berlangsung keajaiban
Di sebuah keajaiban
semua mata tertutup
(
Kotak
Suara, Taufik Ismail )
Contoh epifora :
Kalau kau mau aku akan datang
Jika kau kehendaki aku akan datang
Bila kau minta aku akan datang
d. Tautologi
Gaya bahasa
penegasan dengan mengulang beberapa kali sepatah kata dalam sebuah kalimat,
disebut gaya bahasa tautologi. Dapat juga dengan mempergunakan beberapa kata
bersinonim berturut-turut dalam sebuah kalimat. Yang seperti ini disebut juga
gaya bahasa sinonimi, karena mempergunakan kata-kata yang bersinonim.
Misalnya :
- Disuruhnya aku bersabar, bersabar dan sekali lagi bersabar, tetapi aku tak tahan lagi.
- Tida,
tidak mungkin dia akan melakukan perbuatan yang dapat menjatuhkan nama baik
keluarga.
e. Sinonimi
- Kehendak
dan keinginan kami ialah supaya dia
menjadi seorang yang berguna juga kelak.
- Siapa orang takkan tertarik kepada orang
yang ramah, baik hati, serta berbudi seperti dia.
f. Klimaks
Gaya bahasa yang
menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama makin menghebat (naik)
dinamakan gaya bahasa klimaks.
Misalnya :
- Dari kecil sampai dewasa, malah sampai setua
ini engkau belajar tak juga pandai-pandainya ?
g. Antiklimaks
Gaya bahasa antiklimaks ialah lawan daripada gaya
bahasa klimaks. Pada gaya bahasa antiklimaks kata-kata yang dipergunakan
artinya makin lama makin turun (melemah).
Contoh :
- kakeknya, ayahnya, dia sendiri, dan kini anaknya semuanya
tak ada yang luput dari penyakit turunan itu.
h. Inversi
Gaya bahasa inversi dipergunakan bila predikat kalimat
hendak lebih dipentingkan daripada subyeknya, lalu ditempatkan di depan subyek.
Misalnya : -Terang
benar bulan
- Besar sekali gajinya - Tak terkabul permintaannya
i. Elipsi
Kalimat elips ialah kalimat yang
subyeknya atau predikatnya tak lagi disebutkan karena dianggap sudah diketahui.
Kata-kata yang tinggal mendapat tekanan.
Misalnya : Pergilah ! Kata “pergilah” lebih mendapat
tekanan daripada bila kalimat itu bersubyek : Pergilah engkau !
j. Retoris
Gaya
penegasan ini mempergunakan kalimat tanya-tak-bertanya, sering
menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek.
Dalam bahasa pidato bukan dimaksudkan untuk bertanya,
melainkan untuk menegaskan.
Menegaskan : “Mana mungkin orang mati hidup
kembali?”
Ejekan : “Inikah yang kau namai bekerja?”
(maksudnya,
hasil pekerjaanmu ini sangat tidak memuaskan)
k. Koreksio
Gaya bahasa koreksio dipakai bila
akan membetulkan kembali apa yang salah diucapakan baik yang diucapkan dengan
sengaja ataupun tidak.
Contohnya : - Dia
adikku, eh bukan, kakakku.
- Ibu ada di dapur, ah,
bukan, di kamar mandi.
l. Asindeton
Beberapa hal keadaan, atau
benda disebutkan berturut-turut tanpa mempergunakan kata penghubung.
Contohnya
: -Meja, kursi, lemari lintang-pukang
saja dalam kamar itu.
i. Polisindeton
Jika gaya bahasa asindeton tidak
mempergunakan kata penghubung, maka gaya bahasa polisindeton memeprgunakan
banyak kata penghubung dalam sebuah kalimat.
Setelah pekerjaannya
selesai, maka berkemas-kemaslah dia akan pulang karena hari sudah mulai gelap,
lagi pula mendung-mendung tanda hari akan hujan.
4. Gaya Bahasa Pertentangan
a. Paradoks.
Dalam gaya bahasa paradoks terlihat seolah-olah ada pertentangan. Memang,
dilihat sepintas terasa ada yang bertentangan. Namun jika diteliti ternyata
tidak karena objek yang dikemukakan berlainan.
Contoh : - Dia kaya,
tetapi miskin. - Gajinya besar,
tetapi hidupnya menderita.
b. Antitesis
adalah menggunakan paduan kata yang berlawanan artinya.
Contoh : Tua muda,
besar kecil, pria wanita, hidup mati, senang susah
c. Kontradiksio
interminis adalah gaya yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa
yang sudah dikatakan semula. Apa yang sudah dikatakan, disangkal lagi oleh
ucapan kemudian.
Contoh : - Semua sudah hadir, kecuali si Fulan.
0 komentar:
Posting Komentar