Minggu, 24 Agustus 2014


Majas/ Gaya Bahasa
Majas artinya cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain; kiasan. Majas merupakan bahan yang dipergunakan oleh penyair/pengarang berupa kata-kata kiasan untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran.
Dengan penggunaan kata kiasan, sindiran, perbandingan, penegasan dan pertentangan itu akan menjadikan gaya berbahasa menjadi hidup.
Majas dapat dikelompokan atas :
1.   Majas / gaya bahasa perbandingan              3.   Majas / gaya bahasa penegasan
2.   Majas / gaya bahasa sindiran                       4.   Majas / gaya bahasa prtentangan
1.   Gaya Bahasa Perbandingan
a.    Metafora adalah gaya bahasa yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Kedua benda yang diperbandingkan mempunyai sifat yang sama.
      Contoh :  - matahari dikatakan raja siang
                   -  orang yang tidak berguna dikatakan sampah masyarakat
b.   Personifikasi adalah membandingkan benda mati yang tidak bergerak diumpamakan dengan benda bernyawa yang dapat bergerak.
      Contoh :  angin berbisik, laut mengamuk, bulan tersenyum, peluit menjerit
c.    Asosiasi adalah perbandingan terhadap suatu benda yang sudah disebutkan. Perbandingan itu menimbulkan asosiasi terhadap benda tadi sehingga gambaran tentang benda atau hal yang disebutkan itu menjadi lebih jelas.
      Contoh :  - Mukanya pucat bagai mayat                        - Semangatnya keras seperti baja   
d.   Eufemisme adalah gaya mempergunakan sepatah kata untuk menggantikan kata lain dengan maksud supaya terdengar lebih sopan.
      Contoh :  - orang yang bodoh dikatakan orang yang kurang pandai         
e.    Litotes adalah gaya mempergunakan kata berlawanan artinya dengan yang dimaksud.
      Contoh :  - rumah gedongan dikatakan gubuk            -  pandai dikatakan tidak berilmu
f     Alegori
Gaya bahasa ini memperlihatkan suatu perbandingan utuh. Beberapa perbandingan yang bertaut satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan utuh. Misalnya : Hidup kita diumpamakan dengan lautan yang harus diarungi. Kesukaran yang mungkin kita temui dalam kehidupan diumpamakan dengan topan dan badai. Suami istri yang harus menempuh hidup itu diumpamakan dengan nakoda dan jurumudi yang harus mengemudikan bahtera hidup tadi.
g    Parabel
Gaya bahasa parabel terkandung dalam seluruh karangan. Dengan secara halus tersimpul dalam karangan itu pedoman hidup, falsafah hidup yang harus ditimba dari dalamnya.
Yang seperti itu kita lihat dalam buku seperti : Bayan Budiman. Hikayat Kalilah dan Dimnah.
h    Simbolik
Gaya bahasa kiasan yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau perlambang dinamakan gaya bahasa simbolik.
Misalnya : -    Bunglon, lambang orang yang tak berpendirian tetap
             -    Melati, lambang kesucian
i.    Tropen
Gaya bahasa kiasan yang mempergunakan kata-kata yang tepat dan sejajar artinya dengan pengertian yang dimaksud dinamai gaya bahasa tropen.
Misalnya :  -    Dia duduk melamun, hanyut dibawa perasaannya.
-     Sudah sebulan dia mengukur jalan saja di kota itu. 
j.    Metonimia
Apabila sepatah kata atau sebuah nama yang berasosiasi dengan suatu benda dipakai untuk menggantikan benda yang dimaksud tadi, maka gaya seperti itu disebut gaya bahasa metonimia.
Misalnya ; Ayah selalu mengisap commodore. Commodore adalah merk rokok. Mengisap commodore yang dimaksud  ialah mengisap rokok merk commodore.
k.   Sinekdokhe
Gaya bahasa ini terbagi atas :
a.    pars pro poto (sebagian untuk seluruh)
b.   totem pro parte (seluruh untuk sebagian)
      maksudnya jika disebutkan sebagian dari suatu benda, maka yang dimaksudkan seluruhnya, demikian juga sebaliknya. Pada a arti kata meluas, pada b arti kata menyempit.     
Misalnya :
a.    Dia membeli tiga ekor lembu. Jika dikatakan tiga ekor, maka yang dimaksud tentulah bukan ekornya saja, melainkan lembu yang utuh. (pars pro poto).
b.   Pertandingan itu berakhir dengan kemenangan Bandung. Yang dimaksud hanya beberapa orang yang bertanding itu, bukan seluruh penduduk kota Bandung. (totem pro parte).
l.    Hiperbolisme
Apabila sepatah kata diganti dengan kata lain yang memberikan pengertian lebih hebat daripada kata tadi, maka gaya bahasa seperti itu disebut gaya bahasa hiperbol atau hiperbolisme. Misalnya suara yang keras dikatakan menggledek atau membelah angkasa.
m.  Alusio
Gaya bahasa mengias dengan mempergunakan peribahasa atau ungkapan-ungkapan yang sudah lazim ataupun mempergunakan sampiran pantun yang isinya sudah umum dimaklumi, disebut gaya bahasa alusio.
Misalnya :
-          Keadaanku seperti orang makan buah si malakama, dimakan ibu mati, tak dimakan ayah mati.
-     Jangan seperti kura-kura dalam perahu. (maksudnya, pura-pura tidak tahu)
n.   Antonomasia
Apabila seseorang kita namai atau kita panggil bukan dengan nama aslinya, melainkan dengan nama panggilan yang disebabkan oleh sifat yang dimilikinya atau ciri tubuhnya, misalnya orang yang gemuk dinamai Si Gemuk, orang yang tinggi lampai dinamai Si Jangkung.
o.   Perifrasis
Gaya bahasa perifrasis ialah gaya bahasa penguraian. Sepatah kata diganti dengan serangkaian kata yang mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikan itu. 
Misalnya         :                      
       Pagi-pagi berangkatlah kami.
menjadi   : Ketika Sang Surya keluar dari peraduannya, berangkatlah kami.
                Kereta api itu berlari terus.
menjadi   : Kuda besi yang panjang itu berlari terus.      
2.   Gaya Bahasa Sindiran
a.    Ironi adalah sesuatu yang dikatakan sebaliknya dari yang sebenarnya dengan maksud menyindir.
      Contoh :     Kesiangan dikatakan terlalu pagi.
                          Sindiran yang ditujukan kepada orang yang terlambat
b.   Sinisme adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata lebih kasar dari sinisme.
      Contoh :     - Aku muak melihat batang hidung kamu.
                          - Harum benar badan kamu, belum mandi ya !
c.    Sarkasme adalah sindiran yang paling kasar.
      Contoh :     - Mampus kau ke liang lahat !             
                   - Mukamu seperti orang utan !
3.   Gaya Bahasa Penegasan
a.    Pleonasme adalah gaya bahasa penggunaan kata yang berlebih, yang seharusnya tidak perlu.
      Contoh :          Naik ke atas, turun ke bawah, adalah merupakan.
b.   Repetisi adalah gaya pengulangan kata-kata untuk menegaskan, digunakan dalam bahasa tutur atau prosa.
Contoh :          tadi pagi kita bergurau           
                   tadi pagi kita tertawa
                   tadi pagi kita berbagi cerita                  
                   kenapa sekarang jadi bertengkar                   
c.Paralelisme adalah gaya pengulangan kata-kata untuk menegaskan, digunakan dalam puisi.
Pengulangan yang terdapat dalam awal kalimat disebut anafora, sedangkan pengulangan yang terdapat pada akhir kalimat disebut epifora.
Contoh anafora :
Di sebuah kerajaan dilangsungkan pemilihan
Di sebuah pemilihan dilakukan penghitungan
Di sebuah penghitungan berlangsung keajaiban
Di sebuah keajaiban semua mata tertutup
                                  ( Kotak Suara, Taufik Ismail )
Contoh epifora :
Kalau kau mau aku akan datang
Jika kau kehendaki aku akan datang
Bila kau minta aku akan datang
d.   Tautologi
Gaya bahasa penegasan dengan mengulang beberapa kali sepatah kata dalam sebuah kalimat, disebut gaya bahasa tautologi. Dapat juga dengan mempergunakan beberapa kata bersinonim berturut-turut dalam sebuah kalimat. Yang seperti ini disebut juga gaya bahasa sinonimi, karena mempergunakan kata-kata yang bersinonim.
      Misalnya :
-     Disuruhnya aku bersabar, bersabar dan sekali lagi bersabar, tetapi aku tak tahan lagi.
-     Tida, tidak mungkin dia akan melakukan perbuatan yang dapat menjatuhkan nama baik keluarga.
e.    Sinonimi
-     Kehendak dan keinginan kami ialah supaya dia menjadi seorang yang berguna juga kelak.
-     Siapa orang takkan tertarik kepada orang yang ramah, baik hati, serta berbudi seperti dia.
f.          Klimaks
Gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama makin menghebat (naik) dinamakan gaya bahasa klimaks.
Misalnya :
-     Dari kecil sampai dewasa, malah sampai setua ini engkau belajar tak juga pandai-pandainya ?
g.   Antiklimaks
Gaya bahasa antiklimaks ialah lawan daripada gaya bahasa klimaks. Pada gaya bahasa antiklimaks kata-kata yang dipergunakan artinya makin lama makin turun (melemah).
Contoh :
-     kakeknya, ayahnya, dia sendiri, dan kini anaknya semuanya tak ada yang luput dari penyakit turunan itu.


h.   Inversi
Gaya bahasa inversi dipergunakan bila predikat kalimat hendak lebih dipentingkan daripada subyeknya, lalu ditempatkan di depan subyek.
                   Misalnya : -Terang benar bulan                            
                   -  Besar sekali gajinya   -  Tak terkabul permintaannya
i.    Elipsi
Kalimat elips ialah kalimat yang subyeknya atau predikatnya tak lagi disebutkan karena dianggap sudah diketahui. Kata-kata yang tinggal mendapat tekanan.
Misalnya :  Pergilah ! Kata “pergilah” lebih mendapat tekanan daripada bila kalimat itu bersubyek : Pergilah engkau !
j.    Retoris
Gaya  penegasan ini mempergunakan kalimat tanya-tak-bertanya, sering menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek.
Dalam bahasa pidato bukan dimaksudkan untuk bertanya, melainkan untuk menegaskan.
Menegaskan     :          “Mana mungkin orang mati hidup kembali?”
Ejekan        :     “Inikah yang kau namai bekerja?”
                         (maksudnya, hasil pekerjaanmu ini sangat tidak memuaskan)
k.   Koreksio
Gaya bahasa koreksio dipakai bila akan membetulkan kembali apa yang salah diucapakan baik yang diucapkan dengan sengaja ataupun tidak.
Contohnya :  - Dia adikku, eh bukan, kakakku.
    -     Ibu ada di dapur, ah, bukan, di kamar mandi.
l.    Asindeton
Beberapa hal keadaan, atau benda disebutkan berturut-turut tanpa mempergunakan kata penghubung.
                      Contohnya : -Meja, kursi, lemari lintang-pukang saja dalam kamar itu.
i.    Polisindeton
      Jika gaya bahasa asindeton tidak mempergunakan kata penghubung, maka gaya bahasa polisindeton memeprgunakan banyak kata penghubung dalam sebuah kalimat.
      Setelah pekerjaannya selesai, maka berkemas-kemaslah dia akan pulang karena hari sudah mulai gelap, lagi pula mendung-mendung tanda hari akan hujan.
4.   Gaya Bahasa Pertentangan
a.    Paradoks. Dalam gaya bahasa paradoks terlihat seolah-olah ada pertentangan. Memang, dilihat sepintas terasa ada yang bertentangan. Namun jika diteliti ternyata tidak karena objek yang dikemukakan berlainan.
      Contoh :     - Dia kaya, tetapi miskin.        - Gajinya besar, tetapi hidupnya menderita.
b.   Antitesis adalah menggunakan paduan kata yang berlawanan artinya.
      Contoh :     Tua muda, besar kecil, pria wanita, hidup mati, senang susah
c.    Kontradiksio interminis adalah gaya yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang sudah dikatakan semula. Apa yang sudah dikatakan, disangkal lagi oleh ucapan kemudian.

Contoh :     -    Semua sudah hadir, kecuali si Fulan.

Tagged:

0 komentar:

Posting Komentar